Wellcome In DNA DESIGN WORKSHOP Creative Design Solution For Every Bussines Menerima Jasa Design | Setting | Printing | Offset | Contruction

Thursday 21 December 2017

CERITA RAKYAT JAMBI

CERITA RAKYAT JAMBI

Legenda Putri Tangguk

  Alkisah, di Negeri Bunga, Kecamatan Danau Kerinci Jambi, ada seorang perempuan bernama Putri Tangguk. Ia hidup bersama suami dan tujuh orang anaknya. tuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia bersama suaminya menanam padi di sawahnya nan hanya seluas tangguk. Meskipun hanya seluas tangguk, sawah itu dapat menghasilkan padi nan sangat banyak.
Setiap habis dipanen, tanaman padi di sawahnya muncul lagi dan menguning. Dipanen lagi, muncul lagi, dan begitu seterusnya. Berkat ketekunannya bekerja siang dan malam menuai padi, tujuh lumbung padinya nan besar-besar sudah hampir penuh. Namun, kesibukan itu membuatnya lupa mengerjakan pekerjaan lain. Ia terkadang lupa mandi sehingga dakinya dapat dikerok dengan sendok. Ia juga gak sempat bersilaturahmi dengan tetangganya dan mengurus ketujuh orang anaknya.
Pada suatu malam, saat ketujuh anaknya sudah tidur, Putri Tangguk berkata kepada suaminya nan sedang berbaring di atas pembaringan.
“Bang! Adik sudah capek setiap hari menuai padi. Adik ingin mengurus anak-anak dan bersilaturahmi ke tetangga, karena kita seperti terkucil,” ungkap Putri Tangguk kepada suaminya.
“Lalu, apa rencanamu, Dik?” tanya suaminya dengan suara pelan.
“Begini Bang! Besok Adik ingin memenuhi ketujuh lumbung padi nan ada di samping rumah tuk persediaan kebutuhan kita beberapa bulan ke depan,” jawab Putri Tangguk.
“Baiklah kalau begitu. Besok anak-anak kita ajak ke sawah tuk membantu mengangkut padi pulang ke rumah,” jawab suaminya.
“Ya, Bang!” jawab Putri Tangguk.
Beberapa saat kemudian, mereka pun tertidur lelap karena kelelahan setelah bekerja hampir sehari semalam. Ketika malam semakin larut, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Hujan itu baru berhenti saat hari mulai pagi. akibatnya, semua jalan nan ada di kampung maupun nan menuju ke sawah menjadi licin.
Usai sarapan, Putri Tangguk bersama suami dan ketujuh anaknya berangkat ke sawah tuk menuai padi dan mengangkutnya ke rumah. Dalam perjalanan menuju ke sawah, tiba-tiba Putri Tangguk terpelesat dan terjatuh. Suaminya nan berjalan di belakangnya segera menolongnya. Walau sudah ditolong, Putri Tangguk tetap marah-marah.
“Jalanan kurang ajar!” hardik Putri Tangguk.
“Baiklah! Padi nan aku tuai nanti akan aku serakkan di sini sebagai pengganti pasir agar gak licin lagi,” tambahnya.
Setelah menuai padi nan banyak, hampir semua padi nan mereka bawa diserakkan di jalan itu sehingga gak licin lagi. Mereka hanya membawa pulang sedikit padi dan memasukkannya ke dalam lumbung padi. Sesuai dengan janjinya, Putri Tangguk gak pernah lagi menuai padi di sawahnya nan seluas tangguk itu. Kini, ia mengisi hari-harinya dengan menenun kain. Ia membuat baju tuk dirinya sendiri, suami, dan tuk anak-anaknya. Akan tetapi, kesibukannya menenun kain tersebut lagi-lagi membuatnya lupa bersilaturahmi ke rumah tetangga dan mengurus ketujuh anaknya.
Pada suatu hari, Putri Tangguk keasyikan menenun kain dari pagi hingga sore hari, sehingga lupa memasak nasi di dapur tuk suami dan anak-anaknya. Putri Tangguk tetap saja asyik menenun sampai larut malam. Ketujuh anaknya pun tertidur semua. Setelah selesai menenun, Putri Tangguk pun ikut tidur di samping anak-anaknya.
Pada saat tengah malam, si Bungsu terbangun karena kelaparan. Ia menangis minta makan. Untungnya Putri Tangguk dapat membujuknya sehingga anak itu tertidur kembali. Selang beberapa waktu, anak-anaknya nan lain pun terbangun secara bergiliran, dan ia berhasil membujuknya tuk kembali tidur. Namun, ketika anaknya nan Sulung bangun dan minta makan, ia bukan membujuknya, melainkan memarahinya.
“Hei, kamu itu sudah besar! gak perlu dilayani seperti anak kecil. Ambil sendiri nasi di panci. Kalau gak ada, ambil beras dalam kaleng dan masak sendiri. Jika gak ada beras, ambil padi di lumbung dan tumbuk sendiri!” seru Putri Tangguk kepada anak sulungnya.
Oleh karena sudah kelaparan, si Sulung pun menuruti kata-kata ibunya. Namun, ketika masuk ke dapur, ia gak menemukan nasi di panci maupun beras di kaleng.
“Bu! Nasi dan beras sudah habis semua. Tolonglah tumbukkan dan tampikan padi!” pinta si Sulung kepada ibunya.
“Apa katamu? Nasi dan beras sudah habis? Seingat ibu, masih ada nasi dingin di panci sisa kemarin. Beras di kaleng pun sepertinya masih ada tuk dua kali tanak. Pasti ada pencuri nan memasuki rumah kita,” kata Putri Tangguk.
“Ya, sudahlah kalau begitu. Tahan saja laparnya hingga besok pagi! Ibu malas menumbuk dan menampi beras, apalagi malam-malam begini. Nanti mengganggu tetangga,” ujar Putri Tangguk.
Usai berkata begitu, Putri Tangguk tertidur kembali karena kelelahan setelah menenun seharian penuh. Si Sulung pun kembali tidur dan ia harus menahan lapar hingga pagi hari.
Keesokan harinya, ketujuh anaknya bangun dalam keadaan perut keroncongan. Si Bungsu menangis merengek-rengek karena sudah gak kuat menahan lapar. Demikian pula, keenam anaknya nan lain, semua kelaparan dan minta makan. Putri Tangguk pun segera menyuruh suaminya mengambil padi di lumbung tuk ditumbuk. Sang Suami pun segera menuju ke lumbung padi nan berada di samping rumah. Alangkah terkejutnya sang Suami saat membuka salah satu lumbung padinya, ia mendapati lumbungnya kosong.
“Hei, ke mana padi-padi itu?” gumam sang Suami.
Dengan perasaan panik, ia pun memeriksa satu per satu lumbung padinya nan lain. Namun, setelah ia membuka semuanya, gak sebutir pun biji padi nan tersisa.
“Dik…! Dik…! Cepatlah kemari!” seru sang Suami memanggil Putri Tangguk.
“Ada apa, Bang?” tanya Putri Tangguk dengan perasaan cemas.
“Lihatlah! Semua lumbung padi kita kosong. Pasti ada pencuri nan mengambil padi kita,” jawab sang Suami.
Putri Tangguk hanya ternganga penuh keheranan. Ia seakan-akan gak percaya pada apa nan baru disaksikannya.
“Benar, Bang! Tadi malam pencuri itu juga mengambil nasi kita di panci dan beras di kaleng,” tambah Putri Tangguk.
“Tapi, gak apalah, Bang! Kita masih mempunyai harapan. Bukankah sawah kita adalah gudang padi?” kata Putri Tangguk.
Usai berkata begitu, Putri Tangguk langsung menarik tangan suaminya lalu berlari menuju ke sawah. Sesampai di sawah, alangkah kecewanya Putri Tangguk, karena harapannya telah sirna.
“Bang! Pupuslah harapan kita. Lihatlah sawah kita! Jangankan biji padi, batang padi pun gak ada. nan ada hanya rumput tebal menutupi sawah kita,” kata Putri Tangguk.
Sang Suami pun gak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya tercengang penuh keheranan menyaksikan peristiwa aneh itu. Dengan perasaan sedih, Putri Tangguk dan suaminya pulang ke rumah. Kakinya terasa sangat berat tuk melangkah. Selama dalam perjalanan, Putri Tangguk mencoba merenungi sikap dan perbuatannya selama ini. Sebelum sampai di rumah, teringatlah ia pada sikap dan perlakuannya terhadap padi dengan menganggapnya hanya seperti pasir dan menyerakkannya di jalan nan becek agar gak licin.
“Ya… Tuhan! Itukah kesalahanku sehingga kutukan ini datang kepada kami?” keluh Putri Tangguk dalam hati.
Sesampainnya di rumah, Putri Tangguk gak dapat berbuat apa-apa. Seluruh badannya terasa lemas. Hampir seharian ia hanya duduk termenung. Pada malam harinya, ia bermimpi didatangi oleh seorang lelaki tua berjenggot panjang mengenakan pakaian berwarna putih.
“Wahai Putri Tangguk! Aku tahu kamu mempunyai sawah seluas tangguk, tetapi hasilnya mampu mengisi dasar Danau Kerinci sampai ke langit. Tetapi sanan, Putri Tangguk! Kamu orang nan sombong dan takabbur. Kamu pernah meremehkan padi-padi itu dengan menyerakkannya seperti pasir sebagai pelapis jalan licin. Ketahuilah, wahai Putri Tangguk…! Di antara padi-padi nan pernah kamu serakkan itu ada setangkai padi hitam.
Dia adalah raja kami. Jika hanya kami nan kamu perlakukan seperti itu, gak akan menjadi masalah. Tetapi, karena raja kami juga kamu perlakukan seperti itu, maka kami semua marah. Kami gak akan datang lagi dan tumbuh di sawahmu. Masa depan kamu dan keluargamu akan sengsara. Rezekimu hanya akan seperti rezeki ayam. Hasil kerja sehari, cukup tuk dimakan sehari. Kamu dan keluargamu gak akan bisa makan jika gak bekerja dulu. Hidupmu benar-benar akan seperti ayam, mengais dulu baru makan….” ujar lelaki tua itu dalam mimpi Putri Tangguk.
Putri Tangguk belum sempat berkata apa-apa, orang tua itu sudah menghilang. Ia terbangun dari tidurnya saat hari mulai siang. Ia sangat sedih merenungi semua ucapan orang tua nan datang dalam mimpinya semalam. Ia akan menjalani hidup bersama keluarganya dengan kesengsaraan. Ia sangat menyesali semua perbuatannya nan sombong dan takabbur dengan menyerakkan padi tuk pelapis jalan licin. Namun, apalah arti sebuah penyesalan. Menyesal kemudian tiadalah guna.

No comments:

Post a Comment